Kamis, 31 Desember 2009

memoar di akhir tahun
Tinggal hitungan jam saja tahun 2009 akan berakhir, sama seperti tahun-tahun sebelumnya, malam pergantian tahun aku nikmati sendiri saja. Kali ini di rumah kontrakan sepaket dengan dingin dan sepi-nya. Sampai saat ini aku belum bisa menikmati hinggar bingar perayaan pergantian tahun di luar sana, aku menganggapnya sama saja seperti malam yang lain mengingat sekecil apapun satuan waktu tetap tidak akan pernah bisa diulang. satu cangkir kopi hitam, satu bungkus rokok dan playlist lagu andalan akan menemaniku melewati malam ini, padahal bila sesuai rencana malam ini aku bisa menikmati langit malam di tengan jalur pendakian gunung merbabu. Tuhan berkehendak lain rupanya, dengan memberikan padaku musibah kecelakaan yang membuat tangan dan kakiku cedera, aku harus istirahat saja dan menunda liburan yang aku inginkan sejak dua tahun lalu.
Setahun lalu, hari-hari terakhir menjelang pergantian tahun cuaca selalu cerah dengan hiasan senja sebagai drama penutupan hari. Saat itu betapa aku bahagia bisa melewati tahun 2008 dan siap menyongsong tahun baru dengan sekotak harapan dan targetan baru. Harapan baru segala buruk yang terjadi di tahun 2008 tidak akan aku jumpai kembali di tahun baru dan harapan semoga segala sesuatu yang ku cita-citakan bisa terwujud. Beberapa hari sebelum pergantian tahun ini, hari-hari selalu diwarnai dengan langit mendung dan hujan deras serta setumpuk evaluasi diri selama satu tahun agar aku bisa menyusun resolusi dan harapan untuk tahun 2009.
Sepanjang tahun ini begitu banyak berkah dan rezeki yang aku dapatkan, tidak terkecuali cobaan dan musibah, aku tetap bersyukur untuk semua itu karena segala hal buruk yang aku lalui sepanjang tahun ini bisa aku selesaikan dan bahkan aku semakin merasa siap untuk menghadapi hari-hari di tahun yang akan datang. Mengutip satu dialog dalam film the lost world, ...”percayalah, kehidupan itu akan menemukan jalanya sendiri.” , aku mengamini dan mengimani pernyataan tersebut, aku yakin segala sesuatu itu tidak tercipta begitu saja, semuanya terbentuk oleh banyak hal dan tentu saja akan menjadikan sesuatu hal pula. Aku berterimakasih untuk semua orang yang sepanjang tahun ini selalu ada untuku, memberi dukungan dan tentu saja sayang dan cinta. Selamat tahun baru, semoga kita semakin sukses di tahun yang baru.
Griya bukit mas 2, 31 desember 2009 / beberapa jam sebelum pergantian tahun saat sendiri dalam sepi itu kurasa lebih indah.

Sabtu, 19 Desember 2009

>>>>>>>>>>

Sarah dan sepuluh teman barunya
Namanya sarah dengan huruf s kecil, melambangkan kepribadian yang sederhana, bersahaja dan tentu saja rendah hati. Tidak ada yang special saat pertama aku berkenalan dengan sarah dan lima temannya beberapa bulan yang lalu. Seiring waktu kedekatan emosional antara aku dan sarah mulai terjalin dengan baik, apalagi ketika sarah kesepian ditinggalkan teman-temannya, sama sepertiku yang merasa kesepian. Akh... beruntung untuku dipertemukan denganya, sarah selalu mendukung apa yang aku inginkan, sarah selalu ada ketika aku membutuhkannya, sarah selalu senang mendengarkan segala cerita dan keuhanku, sarah tidak pernah marah ketika kutinggalkan cukup lama karena pekerjaanku yang banyak dan hanya satu hal yang membuat sarah marah padaku, ketika aku memasukan lagu-lagu sendu dalam playlist laguku. Sarah memang juara...
Meski sampai saat ini aku tidak melakukannya, tapi aku hendak minta sarah memaafkan aku yang pernah punya niatan meninggalkan atau mencapakan. Semuanya kulakukan ketika aku harus menerima kenyatan bahwa sarah bukan untuku, tidak pantas baik aku atau sarah menjadi satu. Betapa menyenangkan saat suatu sore aku dan sarah berbincang selayaknya orang dewasa, menerima keadaan sulit dimana kami tidak bisa bersama lagi. Aku katakan pada sarah, semoga aku bisa mendapatkan cinta seseorang dan tentu saja kau-pun demikian, aku harap semoga kau mendapatkan yang kau inginkan. sebuah komitmen antara aku dan sarah, akan saling mendoakan agar secepatnya mendapatkan cinta masing-masing dan karena aku faham dengan “keterbatasan” sarah dalam pergaulan, aku berjanji padanya akan kucarikan pacar bila aku sudah memiliki pacar.
Waktu berlalu hingga suatu sore, sarah begitu girang ketika aku datang menghampirinya. Ditangan kiriku menggantung sepuluh ikan mas kecil dalam plastik yang kubeli di toko aquarium, lekas aku buka plastik itu dan kulepaskan semuanya di drum penampungan air hujan yang juga adalah tempat tinggal sarah. Aku sudah tunaikan janjiku padamu, sarah. Aku janji padamu tak akan merasa kesepian lagi, begitu pula engkau harus berjanji padaku akan selalu bahagia.
Sarah fantasia, kau adalah anak tunggal dari ayah bernama kesepian dan ibu bernama imajinasi.
Griya bukit mas 2 / 20 desember 2009

Rabu, 18 November 2009

hujan



Biarkan saja sorrow -bad religion, out of my head -fast ball, always some where -scorpion, a message to you rudy –the specials, no rain –blind melon, easy –faith nomore, original sins –elton john, like a rolling stones –the rolling stones, jina –slank, lentera jiwa –nugie, police on my back-rotten to the core, singa jengke – dirty doll, lawan –jeruji dan open up your heart and let the sun shine in –frente menyapa gendang telingaku dengan gelombang-gelombang ajaibnya. Lupakan hari ini aku harus ngurus ini itu dan harus hadir disana dan disini. Biarkan saja semuanya mengalir seperti ini, secangkir kopi mengepul yang entah cangkir keberapa, sebatang rokok di bibir yang entah batang keberapa dan tentu saja sekotak rindu yang entah akan kukirim kapan dan entah pula pada siapa. Sengaja aku kencangkan suara musik itu, aku tidak ingin mendengar dulu suara hujan yang turun sedari tadi siang itu. Meski aku tidak menganggap hujan adalah teror tapi untuk kali ini biarkan aku tidak mengatakan aku mencintai hujan, biarkan aku tidak menikmati butiran air itu membasahi cemara gunung dihalaman rumah dan membuat bahagia ikan dikolam halaman belakang. Terlampau banyak hal yang harus aku pikirkan dan sejauh ini aku hanya bisa berpikir Apa yang harus aku pikirkan dulu?, mungkin saking banyaknya yang harus aku pikirkan akhirnya aku hanya bisa memikirkan apa yang harus aku pikirkan. Ya selama belum tahu apa yang harus aku pikirkan, aku pikir ada hal yang tidak harus aku pikirkan tapi bisa aku kerjakan. Menuliskan saja apa yang ingin aku tuliskan tanpa harus aku memikirkannya dahulu.
Saat hujan turun lagi ketika berpikir adalah hal yang paling aku pikirkan. 18 november 2009/16.10

Kamis, 12 November 2009

.............

kaset dan rekaman cerita
Tidak adil rasanya membeli buku tanpa membacanya… gumamku suatu malam ketika duduk di meja kerja sambil menatap deretan koleksi buku miliku yang diantaranya masih baru dan masih di segel. Sebelum memutuskan buku mana yang akan aku baca, mataku terpaku melihat beberapa kaset yang terletak di atas deretan buku. Aku ambil semuanya, kuperhatikan semua kaset itu dan pikiranku melayang mengingat kapan dan dimana kudapatkan semua kaset itu. The business, modulus band, slank minoritas, orkes sinten remen dan pesta alternative. Aku ingat semuanya, kaset orkes sinten remen itu milik ziah yang dibawanya dari jogja dan kaset sisanya adalah hasil perburuanku sentra kaset dan buku bekas di jalan dewi sartika bersama anata syah fitri siregar, yang saat itu adalah kekasihku. Aku ingat bagaimana cerita saat mendapatkan semua kaset itu, benar-benar ingat.
Cukup sudah agenda romantisme-nya, aku ambil kaset pesta alternative yang sampulnya berwarna kuning itu. aku perhatikan gambar-gambar di cover itu, judul-judul lagu dan nama band yang ada dalam kaset kompilasi itu dan sangat besar keinginanku untuk mendengarkan kembali lagu-lagu yang pernah hits tiga belas tahun lalu itu, hanya saja tidak bisa aku wujudkan karena aku tidak memiliki lagi piranti pemutar kaset. Akh… betapa bodohnya aku, bukankah sekarang ini era digital dan era informasi tanpa batas?, internet diwakili paman google mungkin punya solusi untuk hasratku ini. segera ku sambungkan computer jingjingku ke jaringan internet, masuk ke beranda paman google dan kumulai mengetik kata kunci yang kuyakini akan mempertemukanku dengan yang dimaksud. Tidak salah kalau di dunia maya aku dapat julukan raja download nggak pernah upload, dalam hitungan menit beberapa lagu dari kompilasi pesta alternative format digital mp3 sudah kudapatkan, langsung mainkan dan biarkan lagu berjudul nananana, amburadul, sendiri, makara dan fenomen itu bercerita tentang masa dimana lagu-lagu itu adalah lagu tema hari yang kulalui.
Kembali ke romantisme, aku ingin sampaikan terima kasih kepada anata syah fitri siregar yang menemaniku mendapatkan kaset-kaset itu. aku rasa semua kaset itu harus kamu yang simpan.

Selasa, 10 November 2009

sorehujandan harapan

Inilah yang kumaksud dengan harapan, sebuah drama sentimental romantic pertemuan antara butir-butir air hujan dengan tanah kering merana. Seperti seorang ayah bijak yang tidak mau ketinggalan sedikitpun waktu dimana anaknya tumbuh, akupun demikian tidak ingin kehilangan satu moment pertemuan itu. Lagu dead flower milik the rolling stones beradu dengan butiran air hujan menimpa atap sayup kudengar, kutinggalkan sejenak buku yang sedari siang kubaca. Akh… segarnya aroma tanah kering bertemu butir air hujan itu, seakan mengisyaratkan kebahagiaan atas rumput ilalang yang mulai menguning menyambut harapan bisa bertahan dan segar mata ini melihat daun cemara angin menghijau kembali ditinggalkan debu.
Satu sore dimana aku yakin senja yang cantik tidak akan datang dan terlalu sendu untuk meminta pelangi hadir datang setelah hujan. / griya bukit mas, 10 november 2009/ 17.26

Rabu, 06 Mei 2009

Aku (masih) dipersimpangan jalan itu…..

Aku (masih) dipersimpangan jalan itu…..
Sedari dulu aku ada dipersimpangan jalan ini, susah untuku memutuskan harus kemana kulangkahkan kaki ini. Hujan, kabut, panas dan tentu saja sepi sudah kulalui disini. Banyak yang datang dan pergi tanpa satupun bisa meyakinkanku kemana arah yang harus kulalui. Apakah aku terlalu menyimpan curiga kepada semua orang baik itu? Apakah aku terlalu arogan untuk mengikuti langkah orang? Atau aku terlalu bodoh memilih diam saja disini sampai kumerasa yakin? Kenapa tidak kujajali saja satu diantara dua jalan itu, jika salahpun setidaknya aku pernah mencoba. Selalu saja kurenungkan mengapa aku bisa sampai disini? Mengapa aku tidak juga beranjak? Selalu saja sisi lain jiwaku mencari jawaban, pembelaan dan pembenaran atas segala Tanya itu. Harus kuseret langkah ini menapaki salah satu jalan itu, aku tidak boleh diam saja karena dipersimpangan jalan ini, Aku merasa setiap diamku, setiap tunduku, setiap pejam mataku adalah sebuah ketukan palu hakim menjatuhkan vonis untuk setiap salahku dahulu. Biarlah ku tapaki jalan yang entah akan berujung dimana ini dengan segala getir diiringi nyanyian sendu seorang bersalah dan akan kupastikan aku tegar menghadapi harga yang harus aku bayar dalam penembusan ini.

Haruskah aku merasa bersalah???*

Haruskah aku merasa bersalah???*
Berulang kali aku ceritakan pengalamanku waktu kelas dua Sekolah dasar, saat itu semua orang wajib mengumpulkan dan membacakan tugas karangan dengan tema cita-cita. Entah dimulai oleh siapa, yang pasti dari sekian temanku yang kedepan membacakan karangannya, aku mendengar cita-cita mereka dari mulai ingin menjadi dokter, pilot, guru atau artis dan selebihnya teman-temanku bercita-cita ingin menjadi orang yang berguna bagi nusa bangsa, agama dan orang tua. Tibalah giliranku bercerita, aku merasa tidak nyaman dan mencium gelagat kurang baik karena cita-citaku tidak sama dengan teman-teman sekelasku. Apa boleh buat, tidak mungkin untuku diam dan menolak membacakan karangan itu. Ya, tidak lebih dari lima menit aku membacanya, suara tawa teman sekelas membahana tepat setelah kukatakan cita-citaku adalah menjadi pemadam kebakaran. Mereka tertawa dengan puas ketika aku bingung kenapa mereka sampai tertawa demikian. Padahal aku ingat betul satu hari sebelumnya dirumah, ketika ku tulisakan karangan itu ibuku bertanya perihal apa yang aku tulis, dan kujawab kalau yang kutulis tersebut karangan tentang cita-citaku yang ingin menjadi pemadam kebakaran. Reaksi ibuku saat itu tidak mengejek atau menertawakan cita-citaku itu, bahkan dia katakana bagus keinginanku menjadi pemadam kebakaran. Untuku saat itu setiap kata ibu adalah benar dan aku merasa tidak salah memiliki cita-cita menjadi pemadam kebakaran meski ternyata didepan teman-temanku cita-citaku itu salah dan konyol. Hari ini, Aku sendiri tidak menjadi pemadam kebakaran dan teman-teman sekelasku itu tidak ada yang jadi pilot, dokter, atau artis hanya beberapa orang yang menjadi guru dan sisanya mungkin menjadi orang yang berguna bagi nusa bangsa, Negara, agama dan orang tua.
*ditulis di rumah kontrakan saat hujan turun dengan derasnya

Minggu, 26 April 2009

Ketika lagu koboy kampus the panas dalam tak lucu (lagi) didengar

Sempat aku mencoba cari tahu kiranya masalah jenis apa yang bisa membuat kawan-kawan dekatku dikampus itu gelisah atau getir menghadapinya. Masalah kuliah? Masalah keuangan? Masalah kegiatan kampus? Atau masalaha percintaan?... sejauh yang aku tahu, sampai tahun ketujuh ku dikampus semua hal yang kusebutkan tadi tidaklah menjadi hal yang bisa membuat getir kawan-kawanku, Meski IPK dibawah angka dua, meski keuangan morat marit di pertengahan bulan, atau kisah cinta yang selalu berakhir kandas. Beberapa waktu lalu beberapa kawan berkunjung kerumah, meminjam beberapa buku kuliah dan bercerita tentang terbitnya “surat cinta” dari kampus tentang pemutihan status mahasiswa yang belum lulus di tahun ketujuhnya. Ternyata surat cinta itu bisa membuat kawan-kawanku getir juga, dan aku jadi ingat lagu berjudul koboi kampus yang dibawakan oleh group music the panas dalam yang bercerita tentang jeritan hati mahasiswa yang belum lulus kuliah, sementara banyak hal yang membuatnya harus lulus kuliah, semisal keluarga dan calon istri yang menunggu dikampung, cerita tentang adik kelas yang lulus duluan sementara teman seangkatan sudah banyak yang di DO. Sengaja kuputar lagu itu sebagai lelucon dan olok-olokan bagi kawan-kawanku itu, ternyata tanggapan yang kudapat dari Salah satu kawan adalah, …inilah saat dimana lagu koboy kampus the panas dalam tak lucu (lagi) didengarkan. Selamat berjuang kawan-kawan, semoga berhasil mencapai titik akhir kuliah bernama wisuda. Kalaupun hari ini merasa kesal kepada kebijakan yang tertuang dalam “surat cinta” dari kampus, aku yakin suatu hari kawan-kawan akan berterimakasih untuk situasi ini.

Senin, 13 April 2009

Episode ini begitu panjang

Episode ini begitu panjang
Bulan Mei tahun 2000 silam aku ambil keputusan menandatangani Surat Tanda Tamat Belajar dari SMA, dengan demikian aku bisa menarik nafas panjang lega karena terbebas dari aturan normative sekolah. “…Akhirnya bisa kulepaskan juga seragam ini, bisa kugondrongkan rambut dan tentu saja aku bisa tinggal sendiri di kost-kostan yang bebas, aku akan jadi mahasiswa.” Itulah gumamku saat itu, yang ternyata kini ketika Sembilan tahun sejak saat itu telah berlalu harus ku renungkan kembali.
Sebelum memulai renungan ini kunikmati dulu kopi hitam dalam cangkir rainbow, kunyalakan rokok filter dan kupastikan lagi playlist lagu sesuai dengan tema perenungan ini.
Upacara adat mendaftar dan mengikuti saringan masuk universitas negeri aku ikuti meski akhirnya harus diakui namaku bukan satu diantara sekian ribu nama yang terpilih untuk dimasukan dalam lembar khusus hasil UMPTN di sebuah harian umum. Sedih rasanya saat mendapatkan kenyataan itu, meski hari ini aku bangga karena ternyata itu adalah rasa dari kekalahan dalam simulasi kompetisi hidup, setidaknya karena hal itu aku punya jiwa kalah yang membuatku tidak arogan. Dengan segala harapan dan semangat yang tersisa, akhirnya aku tercatat sebagai mahasiswa di sebuah perguruan tinggi swasta. Tepat ketika bagian ini, playlist lagu yang berputar adalah lagu berjudul kuliah pagi milik group band harapan jaya, yang menjadi soundtrack kebangganku saat itu.
Waktu berputar terus dengan segala warna dan dinamikanya tanpa bisa ku hindari, tak terasa sudah kumiliki tiga lembar kartu tanda mahasiswa dari perguruan tinggi yang berbeda. ironisnya, sampai tulisan ini ku selesaikan, statusku belum berubah alias masih sama seperti Sembilan tahun yang lalu yaitu sebagai mahasiswa. Ya… harus ku tundukan kepala dan menarik nafas panjang sekedar merenungi satu Tanya jujur dari jiwa ini, kenapa episode ini begitu panjang???.

Drs. Dadang Sugiana, M.Si (tokoh komunikasi) idolaku

Drs. Dadang Sugiana, M.Si (tokoh komunikasi) idolaku
Ini tahun ke tujuh untuku belajar ilmu komunikasi di Universitas Padjadjaran, dalam waktu tujuh tahun pula di berbagai kelas aku merasa bodoh dan tak tahu banyak hal tentang ilmu komunikasi. Salah satu saat aku merasa bodoh dan tak tahu banyak ilmu komunikasi itu adalah ketika mengikuti perkuliahan pak Dadang sugiana. Meski materi kuliah yang dibawakan beliau cukup menarik, Aku lebih suka mengambil tempat duduk paling belakang atau paling depan saja, karena dengan duduk di depan atau paling belakang tentu tidak terlalu terlihat olehnya. Hal itu aku lakukan tentu saja karena aku merasa tak percaya diri, mengingat pola kuliah interaktif yang di terapkannya ternyata mampu membuat aku dan mungkin hamper seisi kelas bungkam ketika beliau melontarkan pertanyaan. Aku merasa yakin telah kubaca literature yang berkaitan dengan mata kuliah tersebut, tetap saja setiap Tanya yang terlontar tak bisa aku jawab, baru setelah dijawab beliau sendiri aku ingat semua jawaban dari pertanyaan tersebut, Sungguh luar biasa menurutku. Sejauh ini, dalam beberapa kesempatan menjadi pembicara dalam kegiatan kemahasiswaan dan dalam curriculum vitae kutuliskan salah satu tokoh komunikasi idolaku adalah pak dadang sugiana, seorang akademisi yang menurutku faham betul bidangnya dan bukan seorang pribadi yang membosankan. Terimakasih dariku karena sering membuatku tampak bodoh, yang ternyata karena merasa bodoh tersebut menjadi motivasi untuk belajar lebih baik lagi.

ketikahujanituturunlagi

Ketika hujan itu turun lagi,…
Entah ini bulan keberapa hujan turun terus menerus setiap hari bahkan sepanjang hari, yang pasti ketika hujan itu turun (lagi) yang aku pikirkan tidak lain bagaimana agenda-agendaku hari ini, karena ketika hujan turun aku pasti tertahan di suatu tempat atau mungkin dalam perjalanan. Meski sebenarnya hujan itu bukan alas an bagiku untuk berhenti beraktivitas atau berteduh di pinggir jalan kalau aku menggunakan kendaraan roda empat atau memiliki ketahanan tubuh yang super, karena beberapa kali menerobos hujan dengan sepeda motor, meski menggunakan jas hujan tetap saja membuatku demam. Beberapa kawan mengatakan hujan itu anugerah dan hujan itu romantic, aku menyepakatinya dengan catatan hujan itu tidak turun ketika ku beraktivitas diluar.
Ketika hujan itu turun lagi, aku berharap sedang ada dirumah kontrakan, menikmati secangkir kopi panas sambil mendengarkan alunan lagu melodic core dengan suara yang tidak kalah oleh suara hujan, menghisap rokok dan mengisi TTS di Koran hari ini, setelah memastikan bahwa jemuranku sudah berada ditempat yang teduh. Skema hujan turun saat aku diam dirumah kontrakan itu tentu lebih ideal lagi bila dinikmati tidak sendirian, melainkan ada “Simanehna” disampingku.
Ketika hujan itu turun lagi, aku sedang ada di tengah hutan dengan motor trail, menjajali tanah merah yang basah. Sesekali kutengok kebelakang, memastikan kawananku masih ada dibelakang mengikuti dan berharap aliran sungai dekat kampong pinggir hutan belum meluap agar aku dan teman-temanku bisa menyebranginya tanpa harus menggotong motor trail yang lumayan berat. Sesampainya di kampong kupastikan land rover long shasis warna putih miliku masih ada terparkir di depan warung kecil, karena di mobil itu kusimpan pakaian kering untuk ganti agar tidak kedinginan dan telepon satelit untuk menghubungi “Simanehna” agar tidak khawatir pada lelakinya.
ketika hujan itu turun lagi, aku mengingat satu nama kerabatku yang menyukai hujan. Namanya Fatimah, lebih dikenal dengan nama empat, mahasiswi jurusan jurnalistik yang aku kenal ketika dia kuliah semester awal. Beberapa kali sempat kukirimkan nona hujan* (* Nama si empat dalam phone book ponselku) itu sebuah pesan singkat tentang hujan, isinya hanya ucapan selamat karena doa dan tarian minta hujannya dikabulkan.
Hari ini aku relakan saja hujan itu turun tiap hari, mengguyur kotaku yang sudah basah. Semoga saja saat hujan itu reda bisa kunikmati indahnya pelangi yang semoga saja tidak pernah memudar, seperti yang ditulis Seno Gumira Ajidarma dalam novel sepotong senja untuk pacarku.

सुअतु पगी यांग तेरस pagi

The great morning for the great daniella
Waktu menunjukan pukul enam lebih dua puluh empat menit, lagu paint it Black milik Rolling Stones terdengar lebih menggairahkan pagi ini, secangkir kopi hitam dan sebatang rokok filter terasa lebih nikmat dinikmati. Owh… beginilah pagi yang indah, sebuah pagi dimana aku bisa menyaksikan embun mulai memudar tergantikan matahari pagi yang hangat, setumpuk pekerjaan kantor yang kubawa pulang rumah sudah selesai kukerjakan, dan seulas senyum optimisku menjalani hari ini lebih baik dari kemarin. Aku harus minta maaf kepada pagi untuk kesalahanku selama ini dalam memahaminya. Selalu saja kutulis atau kukatakan bahwa aku adalah anak kandung gelap malam dan kekasih senja yang menganggap pagi adalah terror terorganisir. Karena hal itu pula Hamper kupastikan sudah sekian lama tidak kunikmati suasana pagi seperti ini, biasanya pagi yang kunikmati adalah ketika jam menunjukan pukul sepuluh keatas dengan pening dikepala dan sejuta Tanya tentang hari ini. Jam kini telah menunjukan pukul tujuh lebih sepuluh, saatnya untuku beranjak beraktivitas, menikmati esensi dari sebuah pencaharian.

Jumat, 20 Februari 2009

buku, pesta dan cinta*

Buku, pesta dan cinta*
Sembilan tahun lalu aku putuskan untuk menandatangani surat tanda tamat belajar di SMA, dengan demikian aku berhak melepaskan seragam putih abu lengkap dengan aturan normatif yang hampir dua belas tahun mengukung. “... aku bisa gondongin rambut, pake jeans rombeng dan merokok bebas”, itulah gumamku saat itu sambil membayangkan dunia kampus yang akan aku jajaki sebentar lagi. Dan apa yang terjadi selanjutnya? Ya... dunia kampus yang aku impikan itu kunikmati, tidak ada satu fitur-pun ku lewatkan. Aku menikmati penyiksaan sampai menjadi penyiksa dalam ospek, kunikmati dunia kost yang bebasnya tidak terhingga, kunikmati pula tidak punya uang untuk makan di akhir bulan, dan tentu saja asmara kampus yang tiada tara menggairahkannya.
berlanjut lain waktu saja...

*jargon yang didapat dalam kuliah bersama husein nawawi

kerabatku ini...

Kartiwa namanya.
“... kebesaran Tuhan terbukti oleh banyak hal, diantaranya adalah lahirnya musik metal dan hadirnya manusia-manusia ajaib”.
Kartiwa, itulah nama lelaki yang aku kenal enam tahun lalu, Hari ini tampangnya yang lusuh dengan rambut gimbal sebahu, badannya yang berotot dan tentu saja kegaringan yang tiada henti . dalam enam tahun tentu saja banyak hal yang aku ingat dari kartiwa ini, karena interaksiku dengan dia tidak hanya sebatas kegiatan dikampus saja melainkan dalam hoby pula. Beberapa kali kami kerjasama membuat video art, iklan, film pendek dan event. Kemampuannya dalam artistik juga menggunakan piranti rekam gambar dan penyuntingan video sangat menonjol, selera musik dan seni yang boleh dikatakan menarik dan luwes dalam pergaulan membuat dia bisa masuk dan diterima di banyak komunitas. Aku berani bertaruh, sebagian besar orang dikampusku pasti mengenal sosok kartiwa ini. Aku merasa beruntung bisa mengenal sosok kartiwa lengkap dengan segala kegilaan dan kebaikannya.
Hari ini, sudah hampir empat bulan aku jarang bertemu ataupun bersapa dalam pesan singkat dengannya. Entahlah apa yang jadi kesibukannya sekarang, yang pasti aku merasa kehilangan dia. Ya... dimanapun kamu berada, semoga selalu menyenangkan dan bila memungkinkan berkabarlah padaku.

coba kalo masih ada pak harmoko

Ya, tentu saja bila dulu musik dari negeri ini menjadi inspirasi musik negeri tetangga dan hari ini sebaliknya yaitu kita yang terinspirasi musik negeri tetangga tersebut. Pernah mendengarkan musik yang disuguhkan merpati band, kangen band, republik, dewa, dan lain-lain? Apakah anda tidak merasakan nuansa musik negeri tetangga begitu kental merasuki setiap lagu yang dinyanyikan mereka? Owh, musik yang gitu-gitu saja, suara vokalis yang termaksa dan memaksa bernyanyi, lirik yang merana dan tentu saja ciri-ciri tersbut hanya dimiliki group musik dari negeri tetangga seperti exist, uks, saleem, search dan lainnya. Apa yang terjadi?
Bukan waktunya mencari siapa yang salah, mungkin itu pepatah yang paling bijak dan tolol yang perhan terlontar menyikapi masalah ini. Dan kita harus melakukan sesuatu yang tepat dan cepat. Dan solusinya adalah kita gunakan mesin waktu dan kembali kemasa lampau, tepat disaat sesuatu yang mendasar terjadi.
Perjalanan kali ini, kita akan mengunjungi tahun 90an awal. Seperti biasa misi yang di emban harus menyangkut hajat hidup orang banyak dan tidak boleh ”terlalu” bersifat subjektif, maka misi kali ini adalah kita membunuh semua personil serta pihak lainnya yang terlibat dalam percaturan musik di negeri tetangga, Dan tentu saja dengan kegiatan itu kita turut membenahi peta percaturan musik dalam negeri, yang hari ini hancur berantakan karena ekspansi nuansa musik negeri jiran.
Mesin waktu akan berangkat tepat tiga hari kedepan, bila anda memutuskan untuk turut serta berangkat menunaikan misi ini, silahkan isi formulir dengan isian biodata, serta tanda tangan untuk kesanggupan memenuhi beberapa aturan yang diantaranya :
1. sehat jasmani dan tidak perlu sehat rohani
2. merasakan adanya kejanggalan dalam nuansa musik negeri ini
3. menyadari bahwa kuping kita diseragamkan
4. siap memiliki selera musik yang pernah kita miliki di masa lampau
5. mengakui bahwa kita masih waras untuk menolak musik negeri jiran


aku slalu merasa siap untuk bertarung lagi di dunia periklanan, dunia yang aku sukai.

katharsis

LATAR BELAKANG TEORI

Katharsis berasal dari bahasa yunani yang berarti pembersihan (Purging).Meskipun belum disebut katharsis, Seorang filsuf Yunani yaitu Aristoteles berpendapat bahwa katharsis adalah penyucian yang dihasilkan pada para pemirsa dalam sebuah pementasan sandiwara. Pendapat lain mengatakan bahwa katharsis merupakan metode psikologi (Psikoterapi) yang menghilangkan beban mental seseorang dengan menghilangkan ingatan traumatisnya dengan membiarkannya menceritakan semuannya, sedangkan menurut agama Kristen pembersihan bias disebut sebagai perubahan mental yang dicapai dalam penyucian diri. Aristoteles telah menggunakan konsep katharsis dalam karyanya untuk menyampaikan emosi akan tragedy kepada audience-nya.

Teori Katharsis pertama kali diperkenalkan pada kisaran awal tahun 1960 dalam tulisan berjudul The stimulating versus cathartic effect of a vicarious aggressive activity yang dipublikasikan dalam journal of abnormal social psychology. Dalam artikel yang ditulis oleh Irving Janes tersebut dibahas tentang hasil penemuan dalam penelirtian tentang catharisis effect pada khalayak media masa khususnya pemirsa televise dan film.

Konsep teori ini berdiri diatas psikoanalisa Sigmund freud, yaitu emosi yang tertahan bias menyebabkan ledakan emosi berlebihan, maka dari itu diperlukan sebuah penyaluran atas emosi yang tertahan tersebut.Penyaluran emosi yang konstruktif ini disebut dengan katharsis. Secara umum, bila kita memiliki sebuah hasrat atau emosi sudah seharusnya kita meluapkannya secara langsung, tapi kita kembali pada kenyataan bahwa manusia memiliki keterbatasan, maka untuk menyalurkan emosi dan hasrat yang tidak mudah diteremahkan dibutuhkan sebuah cara yang relative aman yang bukan merupakan tindakan nyata individu tersebut, melainkan penyaluran yang diwakilkan .

Minggu, 08 Februari 2009

berani tampil sama

Semuanya ingin tampil beda dan semuanya tak mau sama dengan yang lain,apa mungkin?

Beda seperti apa yang kita inginkan? apakah yang menurut kita beda itu memang beda? atau mungkin hal tersebut sebenarnya tidak beda dan bukan hal baru? mungkin kita saja yang baru mengenalnya?

hari ini media (Atas kepentingan tuhan* (*Dengan t kecil) baru bernama modal) menawarkan beragam pilihan untuk semua kalangan, baik kalangan yang menyadari dirinya mainstream atau pula kalangan yang menganggap dirinya sidestream.

Kalangan mainstream menikmati keseragaman selera tersebut dan menikmati hembusan wacana berinisial trend tersebut, sedangkan kalangan sidestream yang menyatakan perang terhadap penyeragaman selera merasa gerah dengan ulah media tersebut. Yakin demikian? perlawanan tersebut apa benar untuk menjadi sesuatu yang berbeda? bisa saja perlawanan kalangan sidestream tersebut hanya sebuah bentuk pembenaran ketika mereka tak bisa menampilkan eksistensi mereka di wilayah itu.

life is about choose and decide (anata-ku),dengan ungkapan itu setidaknya kita harus menerima kenyataan bahwa kita hanya bisa memilih (Yang sudah ada) dan memutuskan pilihan itu.

perkara mainstream ataupun sidestream hanya kita yang tahu, selebihnya mari kita teriakan bersama " saatnya berani tampil sama?????"

inikah yang namanya pencaharian?

entah kenapa lampu jalan di gerbang tol pasir koja beberapa jam yang lalu lebih indah aku lihat., segelas kopi hitam menemaniku yang duduk di bibir trotoar, menunggu bis antar kota yang akan mengantarkanku ke kota purwakarta tempatku bekerja saat ini.
Hampir dua jam aku diam disana, menyaksikan pemadangan lalu orang yang datang dan pergi dengan kebanyakan berwajah kusut dan letih. sesaat aku diam dan memikirkan tentang aku sendiri, dan benaku bertanya apa yang sedang aku lakukan?kenapa harus melakukan ini?. malam-malam seperti ini bukanya waktu orang beristirahat, setelah seharian beraktivitas? dan aku? bukanya siang hari juga beraktivitas?. aku coba ingat kembali semua agendaku beberapa hari ini. kemarin lusa aku dikantor sampai pukul 02 pagi, pulang kerumah kontrakan dan bergadang menyelesaikan kerjaan sampai jam lima pagi, dan jam sembilan aku sudah berada dikantor lagi. seharian aku keliling kota bersama seorang teman sekantor tuk menyelesaikan iklan testimonial, sampai sore hari dan malamnya aku langsung berangkat menuju jatinangor tuk menyelesaikan pekerjaan lain yaitu membereskan pesanan merchandise, tengah malam aku sudah berangkat lagi menuju studio mini milik kerabat di bandung kota untuk menyelsaikan posprod iklan testimonial. sampai pagi lagi aku bergadang didepan komputer, istirahat sebentar dan siang aku harus menyelesaikan pekerjaan di daerah dago, dan selesai agenda itu aku harus bergegas kembali ke purwakarta untuk menyelesaikan pekerjaan dikantor.
bis terakhir tujuan bekasi via purwakarta telah datang, aku bergeas naik dan duduk di bangku panjang dekat kaca. sepanjang jalan-pun pikiranku masih menerawang, aku masih bisa tersenyum dengan segala hal yang ku lalui beberapa hari ini dan sudah terjadi sejak dulu. mungkin inlah yang dinamakan resiko dan kewajiaban pencaharian.

This entry was posted on Wednesday, January 16th, 2008 at 8:31 am and is filed under Uncategorized. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can skip to the end and leave a response. Pinging is currently not allowed.

sang pemerkosa


aku hidup di sebuah dunia yang menyenangkan, menikmati setiap hari seperti liburan dan mengisi hari untuk sebuah perlawanan yang sampai saat ini aku tidak pernah tahu siap musuhku sebenarnya.

kerabatku ada yang menjadi abdi negara, ada yang menjadi pengusaha, ada yang menjadi beban negara dan ada yang menjadi penghuni penjara* (*Yang dibuat sendiri maupun oleh negara).ada juga kerabatku yang mendedikasikan hidupnya untuk dirinya sendiri, nama tengahnya adalah sang pemerkosa seni. aku paling akrab dengan kerabatku yang terakhir, dia senang berkarya dan mereka senang dipuji oleh para penikmat karyanya. "sungguh luar biasa karya anda ini, liar dan imajinatif" itu adalah penggalan dari sebuah pujian yang diterimanya.

suatu ketika, kutanyakan padanya tentang esensi karya-karyanya. dia menjawab, tak usah kau mengerti, karena karyaku berdialog dengan jiwa. dan hanya jiwa bebas-lah yang mampu menerjemahkan bahasa dalam dialog itu.

terdiam mendengar jawaban itu,sadar aku tak pernah mengerti setiap karya hebatnya dan aku berpikir apakah aku adalah jiwa terpasung? jiwa bebas apakah yang dimaksudnya?kupandangi setiap karyanya dan kupandang pula para penikmatnya. apa yang harus aku lakukan? aku pertanyakan kembali padanya? aku cari sendiri esensi kebebasan jiwa itu? atau aku diam saja pura-pura mengerti setiap karyanya? aku pilih untuk pura-pura mengerti saja, hanya tinggal manggut-manggut dan memberikan sedikit pujian padanya, dengan begitu aku akan menjadi bagian dari manusia-manusia berjiwa bebas itu. ya…

sejak saat itu aku selalu menyimpan segala tanya dalam hati saja, akan kucari waktu luang tuk mendiskusikannya dengan diriku sendri.hanya kami berdua dan jangan sampai ketahuan oleh para manusia berjiwa bebas.

suatu saat dimana kepalaku pening menyaksikan sebuah karya yang kata orang fenomenal dan mengandung makna yang sangat dalam,aku tidak mengerti sedikitpun esensi dari karya itu. tak kutunggu lagi waktu lain untuk melibatkan diri dalam sebuah diskusi sengit dengan diriku sendiri, sebuah diskusi tentang karya itu, dan ssegala kegelisahanku selama ini tebntang karya-karya itu.

sang pemerkosa, sampai kapan kau biarkan aku larut dalam kegelisahan dan pertanyaan ini?

“…Gelisah ketika melihat cermin, apalagi kenyataan”

Aku teringat beberapa tahun silam,ketika aku mulai merasa tidak nyaman melihat kerutan wajah, kusamnya air muka , melihat tatapan mata yang makin keruh , dan segalah hal dari diriku yang kulihat dicermin. Seakan aku tak mengenal siapa diriku, seakan aku melihat sosok lain dari diriku. Benarkah itu aku? Apakah dia adalah aku? Dan sejak kapan aku seperti itu? Kalaupun benar itu adalah aku, Lantas apa yang membuat aku menjadi seperti itu?. Hampir lama aku terjebak dalam pemikiranku dan terbunuh oleh asumsi serta persepsi yang muncul dalam benakku kenapa aku harus memikirkan pertanyaan-pertanyaan tersebut?

Bagaimanapun juga, aku masih punya sisa waktu untuk menjalani hari. Kupaksakan kaki untuk menjalani hari, kucoba pula untuk mengalihkan perhatian ketika benak ini mulai mempertanyakan segala sesuatu yang kulihat dalam cermin itu. Sampai kapan?

“Gelisah ketika melihat cermin, apalagi kenyataan” kurang lebih itulah beberapa kata yang kubaca dari profil friendster seorang kerabat. entahlah, dari sekian banyak profil yang aku baca di friendster, kata-kata itu tampak lebih menarik dan bisa membuatku beberapa kali mengulang membacanya, mecoba mencari tanda yang bisa aku maknai atau mencoba mencernanya.

Ya… aku sedikit mengerti, Ternyata kata-kata itu adalah sebuah jawaban atas segala pertanyaan tentang kebencianku untuk bercermin. Bukan tak mengenal siapa yang wajahnya mulai berkerut, bukan aku yang tidak kenal kusam air muka itu, bukan aku yang tidak kenal tatapan mata keruh itu tapi karena aku tidak pernah sadar dan tidak pernah mau mengenal siap diriku dan bagaimana aku hari demi hari. Aku terlalu sibuk dengan masalalu, beromantisme dengan kulit wajah yang kencang, beromatisme dengan air muka yang cerah dan beromatisme dengan tatapan mata yang jernih.

Cermin adalah sebuah refleksi dari kenyataan, dari cermin aku bisa tahu siapa aku hari ini. Ya sebuah kenyataan yang harus aku terima dan sebuah kenyataan yang tidak mungkin aku hindari.