Senin, 02 Desember 2013

Satu tahun telah berlalu

Hai Istriku.... Sepertinya kamu sudah cukup paham, aku begitu suka sayur lodeh dan tempe goreng, juga sangat tidak suka masakan apapun yang bau bawang putihnya masih tercium tajam. Sepertinya pula kamu sudah maun menerima, jika aku ngiler dan ngorok saat tidur, sering simpan baju kotor, buku dan perkakas disembarang tempat, dan tentu saja bikin rumah berantakan. satu tahun berlalu sejak "serah terima" tanggung jawab atas kamu, dari Ayahmu kepadaku, didepan penghulu, saksi dan tentu saja Tuhan. setahun sejak itu, begitu banyak hal-hal baru yang harus kita hadapi bersama. Bersama kita belajar menjalankan peran kita yang baru, sebagai suami dan istri. Jujur saja, untuku semua itu bukanlah perkara mudah. Tapi, kenyataanya kita bisa lalui satu tahu pertama dengan baik-baik saja, bahkan aku rasa dengan gemilang. semua itu tentu tidak akan terjadi, jika satu diantara kita tidak punya itikad dan harapan tentang apa yang kita yakini saat mengambil keputusan hidup bersama. Satu tahun berlalu, sepertinya masih terhitung sebentar dan perjalanan masih sangat jauh. Hanya saja, seribu langkah juga tetap diawali dengan satu langkah. Beryukur kita sudah lalui langkah-langkah kecil, ditahun pertama ini. Satu tahun telah berlalu, mohon maaf sampai sejauh itu aku belum bisa menjadi suami yang baik untukmu. Masih sangat banyak hal yang harus aku lakukan, sampai aku bisa menjadi suami yang baik untukmu. sudah selayaknya aku mengucapkan terima kasih atas banyak hal, yang sudah kamu berikan untuku. Terima kasih, kamu sudah begitu percaya atas segala yang aku putuskan, dan mendukung setiap langkah yang aku jalani. Terima kasih, Kamu sudah banyak bersabar menghadapi apapun yang terjadi selama ini. Terima kasih untuk makan malam, sarapan dan kopi hitam yang kamu sajikan untuku. Terima kasih untuk baju bersih dan rapi yang kamu siapkan untuku. Terima kasih untuk kemauan kerasmu menahan emosi kepadaku, saat PMS datang. Satu tahun telah berlalu. beruntungnya aku memiliki kamu sebagai istri. seorang yang begitu mengerti kehidupan suaminya. kamu mengijinkan aku untuk mendaki gunung, bahkan kini kamu mau diajak mendaki gunung. kamu mau menemani aku datang ke gigs underground, meski aku yakin kamu tidak begitu menikmatinya. Tidak jarang kamu menemani aku nonton pertandingan bola, meski juga aku yakin kamu ingin menonton tayangan lain. Kamu tidak pernah melarang aku masuk dalam aktivitas sosial, bahkan kamu yang selalu mengingatkan aku untuk tetap dalam aktivitas itu. beruntungnya aku, punya istri yang baik karena tidak pernah menyerabut suaminya dari dunia dan hobi lamanya. Satu tahun telah berlalu. Masih panjang perjalanan yang harus kita tempuh, dan aku begitu percaya kita bisa melaluinya. aku begitu percaya.... Tinggal kita siapkan kembali semuanya, agar langkah di tahun kedua ini bisa menuju pencapaian yang lebih gemilang. Semoga kehadiran anak yang kita cita-citakan, selekasnya terwujud. tidak sabar rasanya ingin berdiskusi dengan anak, perihal hegemoni media dalam peta politik nasional, perihal musik sebagai media protes dan perlawanan. mungkin juga perihal jalur pendakian gunung di Indonesia, termasuk etnografi masyarakatnya. Pasti akan sangat menyenangkan. Selamat hari ini, Istriku tercinta. mari kita lanjutkan melangkah, dan pastikan didepan ada kemenangan gemilang untuk kita. kalaupun dalam perjalanan itu, ada perbedaan sikap juga pandangan, dan membuat kita harus terlibat pertengkaran-pertengkaran kecil, percayalah akan selalu ada ciuman hangat setelah pertengkaran.

Kamis, 18 Juli 2013

rindu kostrad 7C Ciumbuleuit

terasa cukup lama rasanya kita tidak bertemu, sejak foto itu dibuat. apa kabar kalian, penghuni kostrad Ciumbuleuit 7c semua? rindu rasanya bila lihat foto itu. rindu pada semua rasa dan warna yang pernah terukir disana. cukup untuk di ingat tentang dana revolusi, agenda makan malam, titip menitip jemuran dan tentu saja permainan kartu sampai pagi. semoga kita sehat saja, dan ada sedikit waktu untuk melepas rindu.

Mahakarya Hector Malot

bagi generasi yang tumbuh di era 90an, mungkin tidak akan lupa pada serial kartun Remi. tentang anak sebatang kara, yang harus menjalani hidup dramatis. lompat dari satu kesulitan, ke kesulitan yang lain. dibesarkan oleh Ibu Barberin si petani miskin, yang bersuamikan seorang tukang batu bernama tuan Jerome, di desa kecil bernama Chavanon. saat usia delapan tahun, Remi akhirnya tahu bahwa dia hanyalah anak pungut. Meski Nyonya Barberin tidak memberikan, Remi akan dikirim ke panti asuhan oleh tuan Jerome, karena dia merasa tidak mampu lagi untuk memberinya makan. kehendak berkata lain, tuan Jerome bertemu seorang tua yang menginginkan Remi. Dengan uang 40 Franc, akhirnya Remi dibawa oleh sang tua bernama Signor Vitalis, yang tidak lain adalah seorang pengusaha pertunjukan keliling. menyusuri kota-kota indah Perancis, bersama majikanna Signor Vitalis, tiga Anjing dan satu monyetnya. liku perjalanan panjang, yang pada akhirnya membawa dia pada takdir sejatinya. takdir bahwa Remi adalah anak yang dipaksa dewasa oleh situasi, Remi dicintai banyak orang, dan takdir bahwa dia adalah keturunan bangsawan kaya raya. Serial kartun Remi adalah saduran dari novel legendaris, karya Hector Malot yang ditulis pada tahun 1878 dengan judul asli sans famille, dan diterjemahkan dalam bahasa Inggris dengan judul Nobodys Boy. Novel ini pula pernah di terjemahkan oleh Penulis besar Indonesia, Abdoel Moeis pada tahun 1922 dengan judul Sebatang Kara. sangat sepakat bila novel ini disebut sebagai karya besar, masterpiece dari penulisnya. membacanya, kita diseret pada realitas sebagian masyarakat Perancis di ujung abad 19 yang muram, menyedihkan dan tanpa harapan. setiap detail cerita, mampu membawa pembacanya pada dingin badai salju, harumnya hamparan padang rumput, kumuhnya sisi kota Paris, mimpi dan harapan yang tumbuh perlahan. tergambar pula, sebuah gambaran tentang kemiskinan yang menjadi akar masalah sosial lainnya. tidak hanya hal tersebut, dalam karya ini pula pembaca diajak untuk merenungkan kembali, tentang konsep keluarga, persahabatan dan cinta. sebuah karya besar yang layak untuk dibaca, ditengah keringnya bacaan berkualitas yang mampu membuat pembacanya belajar kembali konsep konsep hidup.

Selasa, 08 Januari 2013

apa kabar

Apa kabar? Untuk mengingatnya saja saya cukup bingung, terlampau lama semua ini terjadi. Entahlah saya terdampar di dimensi mana, entah di irisan waktu yang mana. Meski sadar kaki masih menginjak, nafas masih dihirup, tapi saya tercerabut dari dunia yang begitu saya cintai. Menulis dan membaca. Mungkin baiknya saya mulai dengan membuat pembenaran, atas kejahatan besar yang saya lakukan, meninggalkan buku dan melupakan menulis. Kesibukan dalam pencaharian adalah kambing hitam yang pertama. Beberapa waktu ini ada beberapa agenda besar yang ingin saya kerjakan, semuanya butuh sokongan dana yang tidak sedikit. Atas alasan itu, saya lebih banyak dedikasikan waktu, tenaga dan pikiran untuk bekerja, baik itu kerja regular ataupun sampingan disana sini. Agenda yang memadat itu, otomatis mendorong Mobilitas saya untuk tinggi juga. Tidak ada waktu yang tersisa untuk membaca, apalagi menulis. Semakin saja saya punya pembenaran atas kejahatan itu. Berikutnya, pembenaran kedua yang saya rasa lebih jujur, dan sepertinya bukan pembenaran, melainkan kebenaran. Diantara kesibukan bekerja, sebenarnya saya masih punya waktu. Meski tidak banyak, tapi cukup rasanya untuk membaca beberapa lembar, atau menulis untuk posting di blog. Atau, setidaknya bisa untuk menulis di buku agenda, yang [seharusnya] saya rasa tidak akan ribet dilakukan dimana saja. Kenyataanya, saya lebih suka memainkan ponsel pintar, berselancar di dnuia maya. Bukan berselancar mencari bacaan, atau mengakses informasi berita, tapi asyik di sosial media. Hmmm... di sosial media sebenarnya saya menulis dan membaca, hanya saja yang saya baca adalah kicauan orang dalam 140 karater, dan yang saya tulis tidak lain komentar atas kicauan itu. Ironisnya lagi, hal itu saya lakukan cukup sering untuk waktu yang cukup lama. Sungguh mengasyikan ada di dunia maya itu, menjadi insan yang hyper komunikatif, ekstra eksistensialis dan tentu saja terjauh dari realitas. Saat ini, saya bersusah payah untuk menyelesaikan tulisan singkat ini. Saya lupa tata bahasa yang baik dan benar, saya lupa bagaimana bercerita dalam tulisan, dan saya lupa juga bagaimana membuat alur tulisan. Meski demikian, saya tidak merasa menyesal atas kejahatan itu, toh akhirnya saya belajar memahami satu pertanyaan yang pernah muncul dalam benak saya, kenapa orang suka berlama di dunia maya dan meninggalkan buku. Saya rasa tulisan ini cukup pajang untuk posting di blog, semoga besok lusa saya sudah ingat lagi cara membaca dan menulis. awal januari 2013 ketika malam tidak lagi sendiri