Selasa, 22 Juni 2021

dua hari mikir untuk kerja dua jam

Beberapa hari ini cuaca sedang bersahabat, tidak seperti Jakarta biasanya yang akrab dengan gerah dan panas. Beberapa hari ini pagi diselimuti gelap, matahari tampak enggan menampakan diri. Untuk suasananya cukup menyenangkan seperti tinggal di pinggiran Bandung, tapi nuansa kelamnya cukup meresahkan. Setumpuk pekerjaan yang belum tersentuh, tugas-tugas sekolah menjelang UAS yang selalu menggunung belum juga terpetakan, dan koreksi tugas mahasiswa juga masih jauh dari kata dikerjakan. Selalu ada distraksi saat berupaya untuk fokus, dan jika sudah dalam kondisi begini tidak ada lagi pilihan, selain melakukan terapi fokus. iya, terapi dengan nonton film, dengerin musik, dan menyibukan diri dengan refil kopi terus menerus. sampai kapan? tenang, belasan tahun kerja profesional sudah membuat tatanan sendiri soal urusan begini. membiasakan mikir dua hari untuk pekerjaan yang akan diselesaikan hanya dalam dua jam saja. Saking bingungnya pagi ini, sampai sempat buka blog lama dan menulis beberapa kalimat. dan mari kita maknai kondisi ini sebagai proses, dimana alam semesta sangat mendukung untuk santuy dengan dalih berproses. selamat....

Rabu, 20 Juli 2016

pada akhirnya semua ini adalah awal...

Adakah yang tahu berapa judul film yang sudah dibintangi oleh Leonardo Dicaprio? Apakah tahu juga berapa kali dia masuk sebagai nominator Oscar? Tak perlu dijawab dengan data, karena saya yakin semua orang sepakat bahwa Leonardo Dicaprio adalah aktor hebat, namun “menyedihkan” karena tidak pernah berhasil menggondol Oscar meski sangat sering masuk nominasi. Hingga pada pengaugerahan Oscar tahun 2016 namanya disebut [kembali] sebagai nominator Oscar, dan pada akhirnya keluar sebagai pemenang. Masih ingat dengan pidato kemenangan Leonardo Dicaprio yang lugas, menyinggung isu sosial yang diluar konteks dunia sinema, dan cukup panjang bila dibandingkan dengan pemenang lainnya. Sebuah pidato kemenangan yang saya yakin telah dirancang dari jauh hari, namun belum ada kesempatan untuk membacakannya. Sudahlah, kita tidak usah larut dalam persoalan Leaonardo Dicaprio tadi, toh maksud saya menuliskan itu karena bingung saja untuk memulai tulisan ini. Kalaupun ada semacam kesamaan dengan cerita yang akan saya tuliskan, saya pastikan itu bukan kesengajaan saya untuk menyamakan diri dengan Leonardo Dicaprio. Beberapa hari lamanya saya diguncang oleh perasaan yang entah apa namanya, antara senang, khawatir, sedih dan haru datang silih berganti. Penyebabnya bisa dibilang sederhana, hanya karena istri saya mengeluh pinggangnya sakit dan panas, perutnya rada mual dan agak lemas. Seperti tanda-tanda perempuan akan menstruasi dan juga tanda-tanda perempuan sedang hamil muda. Pertanyaannya, istri saya sedang mengalami gejala yang mana? Apakah mau datang bulan atau sedang hamil? Jelaslah jawaban tepat untuk pertanyaan tersebut hanya muncul dari dua pihak saja, yang pertama apakah menunggu waktu saja yang menjawabnya atau kami harus datang ke dokter kandungan. Tapi sebelum berserah pada dua pihak tersebut, kami coba pakai alat test istant kehamilan. Apabila muncul satu garis berarti negatif hamil, sedangkan bila muncul dua garis dipastikan positif hamil. Setelah kami coba pakai beberapa merek untuk pembanding, hasil yang keluar adalah satu garis tegas dan garis kedua rada sedikit samar. Jadi bagaimana itu halsilnya?! Baiklah, kalau menunggu sang waktu yang menjawab, mungkin akan semakin membuat saya dan istri terombang ambing di samudera tanya, antara hamil atau datang bulan. Sudahlah, tidak baik berpolemik untuk soal yang rasanya mudah diselesaikan. Mari kita datangi saja dokter kandungan. Dokter kandungan kali ini adalah paling cantik diantara lima dokter yang mendampingi program kehamilan kami, karena empat diantaranya adalah dokter laki-laki. Dokter cantik itu namanya Lena, dan kini sedang duduk manis di seberang meja menekuni medical record milik istri saya. Dengan ramahnya dia bertanya kepada kami perihal serangkaian program kehamilan yang sudah dilakukan, dan menyuruh istri saya berbaring di tempat periksa. Untuk kali kesekian pula saya berdiri disamping istri yang berbaring diperiksa, melihat visual yang tampak di monitor USG. Kalau sebelum-sebelumnya visual di monitor itu begitu sulit saya mengerti, tapi untuk kali ini tanpa harus jeli sekalipun bisa saya lihat ada “sesuatu” disana. Iyaaa, benar sekali, “sesuatu” yang saya lihat di monitor USG adalah tanda awal kehidupan dalam rahim. Setelah tiga setengah tahun lebih penantian, pada akhirnya saya bisa mengatakan “Istri saya positif hamil!” dengan nada sendu namun dengan senyum terkembang. Rasanya ingin sekali selebrasi sekeren Iniesta setelah menjebol gawang Belanda, saat final piala dunia 2010 Afrika Selatan. Atau membacakan pidato kemenangan seperti Leonardo Dicaprio saat mengangkat Oscar pertamanya. Tapi sayangnya ruang praktek dokternya terlampau kecil untuk berlari, dan juga tidak ada perangkat sound system untuk pidato. Hanya mampu mengucapkan Alhamdulillah, bersyukur atas segala situasi ini. Terima kasih untuk Tuhan yang Maha Asyik. Moment indah itu akhirnya datang juga, setelah hampir empat tahun dalam penantian. Dalam rentang waktu penantian tersebut, tidak hanya satu jalan ikhtiar yang kami tempuh, mulai dari dokter kandungan paling terkenal sampai dokter kandungan yang pernah terkenal kami datangi. Dari sinshe paling sipit matanya sampai sinshe yang prakteknya deket lokalisasi juga kami datangi. Dari terapi minum juice buah campur sayur, minum kurma muda tambah madu, dan lainnya juga alhamdulillah pernah kami jalankan. Urusan waktu yang tepat dan gaya bersetubuh yang bagus versi siapapun yang menganjurkan, kami jalankan dengan penuh suka cita. Urusan spiritual rasanya yang kami lakukan hanya berserah pada takdir, berprasangka baik pada rencana Tuhan, dan berusaha untuk selalu Tabah Sampai Akhir, apapun yang harus kami jalani. Sebagai imigran dari surga yang sedang terdampar di bumi, grafik keimanan kami terus fluktuatif seperti nilai tukar Rupiah terhadap Dolar, yang begitu mudah terkoreksi sentimen negatif pelaku pasar. Ada saatnya kami lupa untuk sabar dan pasrah, manakala melihat sodara atau teman yang baru saja menikah langsung hamil. Atau bahkan melihat kawan yang sudah hamil, padahal baru akan menikah. Kami merasa iri, kesal dan tidak sesekali kami mempertanyakan kepada Tuhan, alasan dari semua hal tersebut. Ada begitu banyak drama dan air mata yang terjadi, meski tidak seheboh cerita sinetron Turki. Namun pada akhirnya kami bisa ceritakan segala getir itu dengan senyuman, alhamdulillah... Usia kandungan istri saya masih sangat rentan, dan masih terbentang panjangnya perjalanan sampai kami bertemu buah hati tercinta. Insya Alloh... hanya saja untuk saat ini biarlah kami merayakan kebahagian ini dengan cinta yang sederhana. Salam takjub untuk semuanya yang selalu menginspirasi...

Senin, 02 Desember 2013

Satu tahun telah berlalu

Hai Istriku.... Sepertinya kamu sudah cukup paham, aku begitu suka sayur lodeh dan tempe goreng, juga sangat tidak suka masakan apapun yang bau bawang putihnya masih tercium tajam. Sepertinya pula kamu sudah maun menerima, jika aku ngiler dan ngorok saat tidur, sering simpan baju kotor, buku dan perkakas disembarang tempat, dan tentu saja bikin rumah berantakan. satu tahun berlalu sejak "serah terima" tanggung jawab atas kamu, dari Ayahmu kepadaku, didepan penghulu, saksi dan tentu saja Tuhan. setahun sejak itu, begitu banyak hal-hal baru yang harus kita hadapi bersama. Bersama kita belajar menjalankan peran kita yang baru, sebagai suami dan istri. Jujur saja, untuku semua itu bukanlah perkara mudah. Tapi, kenyataanya kita bisa lalui satu tahu pertama dengan baik-baik saja, bahkan aku rasa dengan gemilang. semua itu tentu tidak akan terjadi, jika satu diantara kita tidak punya itikad dan harapan tentang apa yang kita yakini saat mengambil keputusan hidup bersama. Satu tahun berlalu, sepertinya masih terhitung sebentar dan perjalanan masih sangat jauh. Hanya saja, seribu langkah juga tetap diawali dengan satu langkah. Beryukur kita sudah lalui langkah-langkah kecil, ditahun pertama ini. Satu tahun telah berlalu, mohon maaf sampai sejauh itu aku belum bisa menjadi suami yang baik untukmu. Masih sangat banyak hal yang harus aku lakukan, sampai aku bisa menjadi suami yang baik untukmu. sudah selayaknya aku mengucapkan terima kasih atas banyak hal, yang sudah kamu berikan untuku. Terima kasih, kamu sudah begitu percaya atas segala yang aku putuskan, dan mendukung setiap langkah yang aku jalani. Terima kasih, Kamu sudah banyak bersabar menghadapi apapun yang terjadi selama ini. Terima kasih untuk makan malam, sarapan dan kopi hitam yang kamu sajikan untuku. Terima kasih untuk baju bersih dan rapi yang kamu siapkan untuku. Terima kasih untuk kemauan kerasmu menahan emosi kepadaku, saat PMS datang. Satu tahun telah berlalu. beruntungnya aku memiliki kamu sebagai istri. seorang yang begitu mengerti kehidupan suaminya. kamu mengijinkan aku untuk mendaki gunung, bahkan kini kamu mau diajak mendaki gunung. kamu mau menemani aku datang ke gigs underground, meski aku yakin kamu tidak begitu menikmatinya. Tidak jarang kamu menemani aku nonton pertandingan bola, meski juga aku yakin kamu ingin menonton tayangan lain. Kamu tidak pernah melarang aku masuk dalam aktivitas sosial, bahkan kamu yang selalu mengingatkan aku untuk tetap dalam aktivitas itu. beruntungnya aku, punya istri yang baik karena tidak pernah menyerabut suaminya dari dunia dan hobi lamanya. Satu tahun telah berlalu. Masih panjang perjalanan yang harus kita tempuh, dan aku begitu percaya kita bisa melaluinya. aku begitu percaya.... Tinggal kita siapkan kembali semuanya, agar langkah di tahun kedua ini bisa menuju pencapaian yang lebih gemilang. Semoga kehadiran anak yang kita cita-citakan, selekasnya terwujud. tidak sabar rasanya ingin berdiskusi dengan anak, perihal hegemoni media dalam peta politik nasional, perihal musik sebagai media protes dan perlawanan. mungkin juga perihal jalur pendakian gunung di Indonesia, termasuk etnografi masyarakatnya. Pasti akan sangat menyenangkan. Selamat hari ini, Istriku tercinta. mari kita lanjutkan melangkah, dan pastikan didepan ada kemenangan gemilang untuk kita. kalaupun dalam perjalanan itu, ada perbedaan sikap juga pandangan, dan membuat kita harus terlibat pertengkaran-pertengkaran kecil, percayalah akan selalu ada ciuman hangat setelah pertengkaran.

Kamis, 18 Juli 2013

rindu kostrad 7C Ciumbuleuit

terasa cukup lama rasanya kita tidak bertemu, sejak foto itu dibuat. apa kabar kalian, penghuni kostrad Ciumbuleuit 7c semua? rindu rasanya bila lihat foto itu. rindu pada semua rasa dan warna yang pernah terukir disana. cukup untuk di ingat tentang dana revolusi, agenda makan malam, titip menitip jemuran dan tentu saja permainan kartu sampai pagi. semoga kita sehat saja, dan ada sedikit waktu untuk melepas rindu.

Mahakarya Hector Malot

bagi generasi yang tumbuh di era 90an, mungkin tidak akan lupa pada serial kartun Remi. tentang anak sebatang kara, yang harus menjalani hidup dramatis. lompat dari satu kesulitan, ke kesulitan yang lain. dibesarkan oleh Ibu Barberin si petani miskin, yang bersuamikan seorang tukang batu bernama tuan Jerome, di desa kecil bernama Chavanon. saat usia delapan tahun, Remi akhirnya tahu bahwa dia hanyalah anak pungut. Meski Nyonya Barberin tidak memberikan, Remi akan dikirim ke panti asuhan oleh tuan Jerome, karena dia merasa tidak mampu lagi untuk memberinya makan. kehendak berkata lain, tuan Jerome bertemu seorang tua yang menginginkan Remi. Dengan uang 40 Franc, akhirnya Remi dibawa oleh sang tua bernama Signor Vitalis, yang tidak lain adalah seorang pengusaha pertunjukan keliling. menyusuri kota-kota indah Perancis, bersama majikanna Signor Vitalis, tiga Anjing dan satu monyetnya. liku perjalanan panjang, yang pada akhirnya membawa dia pada takdir sejatinya. takdir bahwa Remi adalah anak yang dipaksa dewasa oleh situasi, Remi dicintai banyak orang, dan takdir bahwa dia adalah keturunan bangsawan kaya raya. Serial kartun Remi adalah saduran dari novel legendaris, karya Hector Malot yang ditulis pada tahun 1878 dengan judul asli sans famille, dan diterjemahkan dalam bahasa Inggris dengan judul Nobodys Boy. Novel ini pula pernah di terjemahkan oleh Penulis besar Indonesia, Abdoel Moeis pada tahun 1922 dengan judul Sebatang Kara. sangat sepakat bila novel ini disebut sebagai karya besar, masterpiece dari penulisnya. membacanya, kita diseret pada realitas sebagian masyarakat Perancis di ujung abad 19 yang muram, menyedihkan dan tanpa harapan. setiap detail cerita, mampu membawa pembacanya pada dingin badai salju, harumnya hamparan padang rumput, kumuhnya sisi kota Paris, mimpi dan harapan yang tumbuh perlahan. tergambar pula, sebuah gambaran tentang kemiskinan yang menjadi akar masalah sosial lainnya. tidak hanya hal tersebut, dalam karya ini pula pembaca diajak untuk merenungkan kembali, tentang konsep keluarga, persahabatan dan cinta. sebuah karya besar yang layak untuk dibaca, ditengah keringnya bacaan berkualitas yang mampu membuat pembacanya belajar kembali konsep konsep hidup.

Selasa, 08 Januari 2013

apa kabar

Apa kabar? Untuk mengingatnya saja saya cukup bingung, terlampau lama semua ini terjadi. Entahlah saya terdampar di dimensi mana, entah di irisan waktu yang mana. Meski sadar kaki masih menginjak, nafas masih dihirup, tapi saya tercerabut dari dunia yang begitu saya cintai. Menulis dan membaca. Mungkin baiknya saya mulai dengan membuat pembenaran, atas kejahatan besar yang saya lakukan, meninggalkan buku dan melupakan menulis. Kesibukan dalam pencaharian adalah kambing hitam yang pertama. Beberapa waktu ini ada beberapa agenda besar yang ingin saya kerjakan, semuanya butuh sokongan dana yang tidak sedikit. Atas alasan itu, saya lebih banyak dedikasikan waktu, tenaga dan pikiran untuk bekerja, baik itu kerja regular ataupun sampingan disana sini. Agenda yang memadat itu, otomatis mendorong Mobilitas saya untuk tinggi juga. Tidak ada waktu yang tersisa untuk membaca, apalagi menulis. Semakin saja saya punya pembenaran atas kejahatan itu. Berikutnya, pembenaran kedua yang saya rasa lebih jujur, dan sepertinya bukan pembenaran, melainkan kebenaran. Diantara kesibukan bekerja, sebenarnya saya masih punya waktu. Meski tidak banyak, tapi cukup rasanya untuk membaca beberapa lembar, atau menulis untuk posting di blog. Atau, setidaknya bisa untuk menulis di buku agenda, yang [seharusnya] saya rasa tidak akan ribet dilakukan dimana saja. Kenyataanya, saya lebih suka memainkan ponsel pintar, berselancar di dnuia maya. Bukan berselancar mencari bacaan, atau mengakses informasi berita, tapi asyik di sosial media. Hmmm... di sosial media sebenarnya saya menulis dan membaca, hanya saja yang saya baca adalah kicauan orang dalam 140 karater, dan yang saya tulis tidak lain komentar atas kicauan itu. Ironisnya lagi, hal itu saya lakukan cukup sering untuk waktu yang cukup lama. Sungguh mengasyikan ada di dunia maya itu, menjadi insan yang hyper komunikatif, ekstra eksistensialis dan tentu saja terjauh dari realitas. Saat ini, saya bersusah payah untuk menyelesaikan tulisan singkat ini. Saya lupa tata bahasa yang baik dan benar, saya lupa bagaimana bercerita dalam tulisan, dan saya lupa juga bagaimana membuat alur tulisan. Meski demikian, saya tidak merasa menyesal atas kejahatan itu, toh akhirnya saya belajar memahami satu pertanyaan yang pernah muncul dalam benak saya, kenapa orang suka berlama di dunia maya dan meninggalkan buku. Saya rasa tulisan ini cukup pajang untuk posting di blog, semoga besok lusa saya sudah ingat lagi cara membaca dan menulis. awal januari 2013 ketika malam tidak lagi sendiri

Selasa, 28 Februari 2012

Beriklan dimana saja, asal...

Sudah cukup lama tidak ikut mimbar jumat di mesjid yang dekat dengan pondokan, biasanya saat salat jumat datang, aku masih di tempat bekerja atau dijalan menuju suatu tempat. Hari jumat ini, agendaku bermalas-malasan di pondokan setelah beberapa hari beraktivitas tanpa jeda. Karena telat sampai mesjid, sudah otomatis tidak akan kebagian tempat didalam mesjid, terpaksa harus berdiri dahulu sampai panggilan sholat datang. Tempat sholat diluar mesjid, tidak lain adalah jalan komplek yang konturnya menanjak. Disana sudah banyak orang yang nasibnya sama denganku, semuanya membawa sajadah untuk alas. Dengan kondisi tempat sholat yang telah aku ceritakan diatas, dengan tambahan cuaca yang panas terik, Saat sholat aku tidak bisa khusu mengikuti bacaan imam.Dalam ketidak khusuan itu mataku jelalatan memperhatikan apapun yang tampak di sekitar. Diantara banyak yang aku lihat, mataku berhenti pada ujung sajadah jamaah yang sholat tepat dihadapanku.Sebuah sajadah dengan dominasi warna merah, motif mesjid seperti sajadah kebanyakan, hanya saja dengan tambahan patches atau emblem berwarna kuning hijau, yang terletak di ujung bawah sajadah. Pachesitutidaklain branding sebuahmerek provider, dengan tulisan “sahabat esia 1430 H”.kaget rasanya mendapati hal tersebut, hal yang awalnya aku rasa tidak mungkin dilakukan oleh advertiser dimanapun. Benar bila periklanan terus bertransformasi dalam penggunaan media untukmenyampaikanpesan kepada sasaran, hanya saja aku tidak menyangka media yang digunakan adalah alat peribadahan.Menggunakan media seperti ini ,aku yakini juga pasti sudah terlintas di benak para advertiser di beberapa decade lalu, hanya saja para advertiser masih punya akal sehat dan bersikap arif. Bila hari ini aku bias menyaksikankelangkapan ibadah dijadikan media beriklan, apakah wajar bila aku khawatir esok atau lusa tempat ibadah yang di branding?! Semogalahketakutan itu tidak pernah terjadi.
Jumat yang seharusnya skhusu, 13 mei 2011