Selasa, 28 Februari 2012

Beriklan dimana saja, asal...

Sudah cukup lama tidak ikut mimbar jumat di mesjid yang dekat dengan pondokan, biasanya saat salat jumat datang, aku masih di tempat bekerja atau dijalan menuju suatu tempat. Hari jumat ini, agendaku bermalas-malasan di pondokan setelah beberapa hari beraktivitas tanpa jeda. Karena telat sampai mesjid, sudah otomatis tidak akan kebagian tempat didalam mesjid, terpaksa harus berdiri dahulu sampai panggilan sholat datang. Tempat sholat diluar mesjid, tidak lain adalah jalan komplek yang konturnya menanjak. Disana sudah banyak orang yang nasibnya sama denganku, semuanya membawa sajadah untuk alas. Dengan kondisi tempat sholat yang telah aku ceritakan diatas, dengan tambahan cuaca yang panas terik, Saat sholat aku tidak bisa khusu mengikuti bacaan imam.Dalam ketidak khusuan itu mataku jelalatan memperhatikan apapun yang tampak di sekitar. Diantara banyak yang aku lihat, mataku berhenti pada ujung sajadah jamaah yang sholat tepat dihadapanku.Sebuah sajadah dengan dominasi warna merah, motif mesjid seperti sajadah kebanyakan, hanya saja dengan tambahan patches atau emblem berwarna kuning hijau, yang terletak di ujung bawah sajadah. Pachesitutidaklain branding sebuahmerek provider, dengan tulisan “sahabat esia 1430 H”.kaget rasanya mendapati hal tersebut, hal yang awalnya aku rasa tidak mungkin dilakukan oleh advertiser dimanapun. Benar bila periklanan terus bertransformasi dalam penggunaan media untukmenyampaikanpesan kepada sasaran, hanya saja aku tidak menyangka media yang digunakan adalah alat peribadahan.Menggunakan media seperti ini ,aku yakini juga pasti sudah terlintas di benak para advertiser di beberapa decade lalu, hanya saja para advertiser masih punya akal sehat dan bersikap arif. Bila hari ini aku bias menyaksikankelangkapan ibadah dijadikan media beriklan, apakah wajar bila aku khawatir esok atau lusa tempat ibadah yang di branding?! Semogalahketakutan itu tidak pernah terjadi.
Jumat yang seharusnya skhusu, 13 mei 2011

sebelum terlelap

beberapa waktu terakhir ini saya begitu menikmati setiap hari yang dilalui, setiap hari itu terasa lebih berwarna dan berasa. beberapa waktu ini memang waktu yang saya miliki dihabiskan dalam perjalanan menuju beberapa kota untuk kepentingan pekerjaan. sungguh, untuk kesekian kalinya saya akan mengatakan, betapa saya mencintai perjalanan. seakan melupakan tujuan apapun atas perjalanan yang ditempuh, saya lebih senang ketika dalam perjalanan. perjalanan terakhir yang membawa saya sampai dikota ini, meski belum tidur semalaman, saya tidak tertarik untuk tidur selama perjalanan. terlalu indah untuk tidak dinikmati, terlalu singkat perjalanan yang harus ditempuh, tidak rela untuk dilewati. akh... sungguh berkah untuku mendapati diri ada dalam lingkaran pencaharian seperti ini. terima kasih Tuhan, untuk segal warna ini.

pertemuan terakhir

Hari ini langit begitu cerah, seperti kamis-kamis yang lain, semoga saja sore tidak turun hujan seperti kamis-kamis yang lain pula. Jam sudah menunjukan pukul 13.47 sudah saatnya aku berbenah dan mempersiapkan kebutuhan yang akan aku bawa kekampus. Tidak terasa satu semester sudah aku mengabdi menjadi dosen paruh waktu, di universitas BinaSaranaInformatika.Semuanya berjalan mengalir tanpa ada kendala berarti, darisekitar 12 pertemuan, seingatkuhanyasatu kali akutidakhadir, sisanyaaku dating meskiperkuliahantidakselaludilaksanakan di kelas. Akubegitumenikmatiaktivitasbarutersebut, sungguhmenikmatimalahan, karenadalamaktivitastersebutseakan-akanakumenemukankembalidunia yang pernahhilang.Bergelutkembalidengan literature, membangunwacana-wacana ideal meskiterkadang utopian, dan yang paling pentingadalahaktivitasitumembuatkumerasakembalipulangkeduniakampus yang akucintai. Tidak terasa juga sore ini adalah pertemuan kuliah yang terakhir dengan kelasku, minggu depan sudah masuk minggu tenang dan ujian akhir semester. Ada perasaananeh yang menyelinap dalam relung, mengacaukan saraf motorik saat aku ucapkan salam perpisahan sore itu. Entahlah kenapa demikian, yang pasti rasanya sore itu aku akan kehilangan dunia yang begitu aku cintai dan tidak mungkin aku peroleh kembali. Rasanya belum cukup untuku berbagi dengan kawan-kawan baruku dikelas, belum puas rasanya aku “bercermin” pada mereka, belum tuntas rasanya agendaku belajar banyak hal dari mereka. Semogalah rasa kehilangan ini hanya aku yang rasakan, dan semoga pula semua itu salah.Semoga selalu ada celah untuk kita berbagi cerita dan saling mewarnai.
Kamis, yang tidak aku ingat betul kapan tanggal pastinya

pada akhirnya

Keringat dingin sudah mulai turun, panas suhu badan terasa lebih hangat dari biasanya, dan mata ini terasa lebih berat untuk aku buka. Bertahanlah, sebentar lagi semuanya selesai, setelah semua ini selesai, tidak ada alasan lain untuk menunda liburan. Begitulah gumamku menanamkan sugest positif pada diriku sendiri, ketika mendapati diri ini lelah dalam aktivitas yang panjang. Sepuluh naskah iklan harus selesai , dua perencanaan strategi komunikasi juga harus selesai dan beberapa kerjaan kecil lainnya juga harus diselsaikan dalam waktu hitungan hari. Sedari dulu aku begitu menikmati pencaharianku seperti itu, tidak ada jam kerja dan bisa dilakukan dimana saja. menyenangkan rasanya disaat orang bekerja, aku bisa menikmati hari kerja dengan berleha-leha, meski tidak jarang juga aku harus lupakan hari libur dengan terus bekerja ketika orang kebanyakan menikmati hari liburnya. Tanpa disadari sebuah pola terbentuk dengan sendirinya, mulai dari pola tidur, pola makan sampai pola berinteraksi semuanya tidak biasa. Aku baru bisa tidur saat jam menunjukan pukul 5-6 pagi, tentu saja bangun siang. Tidak pernah menikmati sarapan pagi, yang ada sarapan siang. Interaksi dengan orang cukup jarang dilakukan, terkecuali dengan orang-orang yang sejenis denganku. Ketika orang lain bekerja, aku sedang santai dan sebaliknya ketika orang melepas lelah sepulang kerja, kemungkinan besar aku sedang beraktivitas. Akhir-akhir ini akju merasa lelah dengan aktivitas pencaharianku itu, aku mulai tidak menikmatinya. Ingin rasanya mencoba menjalani pencaharian seperti orang kebanyakan, ada jam kerja dan ada hari libur. Hidup normatif, mengawali pagidengan sarapan, lalui hari dengan bekerja dan tentu saja menikmati pulang kerja saat sore datang. Harus kumulai dari mana semua itu, mungkin esok atau lusa keinginanku semakin kuat, semogalah aku mendapatkan kesempatan untuk mencobanya. Andai saja aku tidak bisa menikmati pola baru itu, tidak ada alasan untuku kembali mencintai pola yang sekarang aku jalani.
Saatsemuanyaterasastatis, 7 september 2011

Perangi dominasi

Entah karena sebab apa, malam ini terasa lebih panjang dan hangat, namun tidak melelahkan. Padahal seharian ini agendaku cukup padat, ditambah dengan agenda kurang tidur pada malam sebelumnya. Saat kutulis cerita ini, pertandingan final piala Champions sedang berlangsung, menit ke 64 dengan skor 2-1 untuk kemenangan Barcelona. Akhirnya aku putuskan untuk nonton dikostan saja, padahal sedari siang sudah direncanakan untuk nonton bareng dengan kawanan, hanya saja tersiar kabar tempat-tempat tersebut penuh sesak, bahkan parkiranpun penuh. Komposisi penonton dikostan tidak berimbang, satu orang pendukung Manchaster dan empat orang lainya adalah penonton yang “dipaksa” mendukung Barca karena alasan-alasan tertentu. sedangkan aku tidak punya lasan untuk mendukung atau sekedar menyukaiManchaster United ataupun Barcelona, karena aku tidak menyukai dominasi. Berasa menjadi supporter standar yang baru itungan hari menyukai sepak bola, jika mendukung tim besar. Seakan tidak ada semangat berjuangnya, karena diatas kertas tim itu selalu diunggulkan. Owh tunggu duluuu, sepertinya Barca kembali menciptakan goal, skor sekarang 3-1, semakin sulit untuk Manchaster medapatkan peluang menang.Semua penghuni kostan, terkecuali pendukung Manchaster, Tepuk tangan meriah sambil berdiri, terkembang senyum di wajahnya. Aku sendiri? Tim manapun yang kalah atau menang, aku tidak punya kepentingan, lebih menyenangkan melanjutkan menulis.
Dan akhirnya drama 93 menit berakhir sudah, Barcelona mengukuhkan dirinya sebagai juara liga Champions tahun ini, selebrasi dimulai dengan gegap gempita. “apapun yang terjadi malam ini, percayalah semua itu sangat menyenangkan dan membuat tidur nyenyak.Selamat untuk para pecinta Barca, dan pembenci Manchaster. Buat pendukung Manchaster, sing sabaaaaar”, seperti itulah pesan singkat yang aku kirim ke beberapa kawan pecinta bola. Dan sepertinya Pesan singkat itu, akhir dar drama malam yang panjang namun tetap menyenangkan.
Ciumbuleuit , 29 juni 2011 saat pagi yang cerah menyapaku.

Dasidanceritabaru

“ sebisa mungkin dalam hidupmu jangan hanya satu kali, saat menikah saja kamu memakai dasi” , begitulah kiranya penggalan kelakar yang diceritakan seorang kawan kuliahku, saat dia pulang kampung dan berbincang dengan ayahnya. Aku faham betul maksudnya, kawanku diminta cepat bereskan kuliahnya, dengan menyelesaikan skripsi serta melaju ke meja sidang. pada bagian sidang skripsi itulah inti pesan yang disiratkan sang ayah. Dikampusku atau mungkin disemua kampus, ada ketentuan setiap peserta sidang skripsi harus mengenakan pakaian rapi, lengkap dengan dasi. Jadi sang ayah ingin melihat kawanku mengenakan dasi sebelum kawanku meinkah. Akh... sungguh bijak bahasa yang dipilih sang ayah itu, akupun merasa terinspirasi dengan kelakar itu. Kini, aku sudah menjadi sarjana, tentu saja aku sudah pernah mengenakan dasi saat sidang skripsi. Setelah ituAku tidak pernah lagi mengenakan dasi, karena memang pencaharianku bukan di sektor formal yang mengharuskan berpakaian rapi, dalam hal ini mengenakan dasi.Selainitu, sedariduluakumemangtidaktertarikdantidaknyamanbilaharusberpakaianrapi. Meski demikian, Aku percaya, suatu hari nanti, selain saat aku menikah, aku pasti bertemu dengan kesempatan yang mengharuskan aku memakai dasi. Hingga saat itu tiba, akan aku gantungkan dasi-dasi itu ditempatnya,menungguwaktutampiltiba.
Itu cerita beberapa bulan silam, karena hari ini aku harus tersenyum geli rutin satu kali dalam seminggu. Ya, aku tersenyum geli melihat diri sendiri berpakaian rapi dengan dasi, selalu demikian setiap hari kamis, tepatketikaakudapatkanjadwalmengampu di jurusanilmukomunikasikampusbsi. Satulagihal yang akuyakinipadaakhirnyabertepi.
Ruang keluarga yang hangat ketika semua penghuni asyikdengan dunianya. 29 April 2011

ada yang salah dengan semua ini

Ketika ada orang bertanya tentang suatu hal, seketika itu pula aku ingin menjawabnya selengkap dan secepat mungkin, wal hasil bahasaku ngejelimet, tidak terstruktur, tergesa-gesa dan artikulasi yang buruk. Tentu saja membuat lawan bicaraku mengerinyitkan dahi ptanda kurang mengerti, dan tentu pula membuatku harus mengulang secara perlahan. Tindakan komunikasi yang tidak efektif menurutku, tidak efisien dan bodoh. Entah kapan mulainya, tapi aku baru sadar beberapa bulan terakhir ini. Pasti ada yang salah dengan semua ini, kenapa bisa aku menjadi demikian, padahal sebelumnya aku cukup sistematis dalam berpikir dan berucap. Aku masih meyakini pola demikian disebut pola reaksioner yang dulu sempat aku miliki namun hilang perlahan setelah aku lakukan terapi teratur. Aku tdiak suak menjadi orang reaksioner demikian, aku ingin menjadi orang yang tertib dan teratur. Aku coba runut beberapa kejadian yang mungkin menjadi penyebab semua ini, dan ternyata memang sangat wajar jika keadaanku kini reaksioner. Pertama, aku tidak memiliki ruang diskusi yang biasanya aku jadikan tempat beradu argumen dan melatih pola pikir. Berikutnya aku kehilangan waktu untuk menjalankan hobi lamaku, yaitu membaca. Dengan membaca, aku sudah belajar untuk bijak dan tidak mudah untuk menyimpulkan, belajar untuk berpikir cepat dan cerdas, belajar untuk menuntaskan sesuatu sebelum melangkah ke hal yang lain. Selain itu, saat ini ruang eksistensiku tidak sebesar dahulu. Kini aku tinggal di panggung kecil dengan imajinasi besar. Analoginya, ketika sakit kita harus jujur akan penyakit itu, agar bisa segera disembuhkan. Sekarang aku jujur pada sakitku, sudah tentu aku akan mencari obat untuk sakit itu. Semoga saja segala yang bhilang itu bisa aku raih kembali, aku tidak ingin emnajdi orang reaksioner lagi.
Saat konsentrasi yang aku butuhkan. Senin 6 juni 2011

sahabat dan paradigma baru

Memanggil memori
Satu minggu sudah kamar tidurku tertata cukup rapi, satu minggu pula kamar tidurku bebas dari asap rokok. Segar aroma pengharum ruangan kini menggantikan bau rokok, yang biasanya menempel kuat di goden dan dinding ruangan. Aku sangat menikmatinya, meski aku tidak begitu yakin semua ini akan bertahan lama, setidaknya karena ini bukan kali pertama aku coba untuk berusaha bersih, dan berakhir dengan acak-acakan kembali. Dikamarku kini dengan mudah aku bisa temukan buku-buku, dokumen, pakaian, atau barang lainnya. Semua tersimpan pada tempatnya, tertata dengan rapi dan lebih terjaga dari debu dan tumpahan kopi. Keadaan kamar yang bersih dan rapi tersebut, ternyata mampu membawaku menerawang jauh kedalam cerita yang tersirat dalam barang-barangku. Mulai kutengok deretan buku, ternyata cukup banyak koleksi buku yang antah berantah keberadaannya, beberapa buku yang masih disegel dan belum sempat aku baca, beberapa buku dengan pembatas yang artinya yang belum tuntas aku baca. Dari tiga hal saja yang berkaitan dengan buku, muncul pertanyaan kenapa bisa aku lengah perhatikan buku? Kenapa bisa aku beli buku tanpa langsung membacanya? Dan kenapa juga ada buku yang belum tuntas aku baca?, padahal biasanya jika belum tuntas aku baca, pasti aku simpan dalam tas biasa, agar selalu aku bawa kemanapun. Tumpukan pakaian dalam lemari dan yang tertumpuk di pojok kamar mulai kuperhatikan, disana ku temukan beberapa potong pakaian baru, beberapa diantaranya kaos oblong dengan gambar bunaken, pinisi, samarinda dan lombok. Akh... aku mulai bertanya kapan baju-baju ini aku miliki? Dan atau jika diantara baju itu adalah pemberian orang, siapa pula orang yang memberikannya?
Masih banyak barang lainya yang belum ingin aku lihat, hanya dari beberapa item saja kepalaku cukup sesak oleh pertanyaan, apa yang terjadi denganku ini, mengapa aku jadi pelupa? Mengapa pula aku kurang peduli pada barang-barang berharga yang aku miliki? Terlampau banyak agendakah yang menyita waktu dan pikiranku? Atau terlalu banyak agenda sosial yang memusingkanku, hingga aku tuidak peduli lagi pada miliku sendiri? Atau..... Sudahlah... aku belum ingin menjawab semua tanya itu, secangkir kopi dan beberapa batang rokok mungkin bisa membuatku lebih santai, semoga keruhnya kopi hitam mampu menjernihkan pikiranku.Akhirnya bangku di taman belakang menjadi pilihanku untuk menikmati secangkir kopi dan rokok itu, saat senja mulai menyapa, disanapula aku larut dalam perenungan itu.

Ciumbuleuit, saat hari terasa lebih panjang dari biasanya. 20 April 2011

sahabat dan paradigma baru

Memanggil memori
Satu minggu sudah kamar tidurku tertata cukup rapi, satu minggu pula kamar tidurku bebas dari asap rokok. Segar aroma pengharum ruangan kini menggantikan bau rokok, yang biasanya menempel kuat di goden dan dinding ruangan. Aku sangat menikmatinya, meski aku tidak begitu yakin semua ini akan bertahan lama, setidaknya karena ini bukan kali pertama aku coba untuk berusaha bersih, dan berakhir dengan acak-acakan kembali. Dikamarku kini dengan mudah aku bisa temukan buku-buku, dokumen, pakaian, atau barang lainnya. Semua tersimpan pada tempatnya, tertata dengan rapi dan lebih terjaga dari debu dan tumpahan kopi. Keadaan kamar yang bersih dan rapi tersebut, ternyata mampu membawaku menerawang jauh kedalam cerita yang tersirat dalam barang-barangku. Mulai kutengok deretan buku, ternyata cukup banyak koleksi buku yang antah berantah keberadaannya, beberapa buku yang masih disegel dan belum sempat aku baca, beberapa buku dengan pembatas yang artinya yang belum tuntas aku baca. Dari tiga hal saja yang berkaitan dengan buku, muncul pertanyaan kenapa bisa aku lengah perhatikan buku? Kenapa bisa aku beli buku tanpa langsung membacanya? Dan kenapa juga ada buku yang belum tuntas aku baca?, padahal biasanya jika belum tuntas aku baca, pasti aku simpan dalam tas biasa, agar selalu aku bawa kemanapun. Tumpukan pakaian dalam lemari dan yang tertumpuk di pojok kamar mulai kuperhatikan, disana ku temukan beberapa potong pakaian baru, beberapa diantaranya kaos oblong dengan gambar bunaken, pinisi, samarinda dan lombok. Akh... aku mulai bertanya kapan baju-baju ini aku miliki? Dan atau jika diantara baju itu adalah pemberian orang, siapa pula orang yang memberikannya?
Masih banyak barang lainya yang belum ingin aku lihat, hanya dari beberapa item saja kepalaku cukup sesak oleh pertanyaan, apa yang terjadi denganku ini, mengapa aku jadi pelupa? Mengapa pula aku kurang peduli pada barang-barang berharga yang aku miliki? Terlampau banyak agendakah yang menyita waktu dan pikiranku? Atau terlalu banyak agenda sosial yang memusingkanku, hingga aku tuidak peduli lagi pada miliku sendiri? Atau..... Sudahlah... aku belum ingin menjawab semua tanya itu, secangkir kopi dan beberapa batang rokok mungkin bisa membuatku lebih santai, semoga keruhnya kopi hitam mampu menjernihkan pikiranku.Akhirnya bangku di taman belakang menjadi pilihanku untuk menikmati secangkir kopi dan rokok itu, saat senja mulai menyapa, disanapula aku larut dalam perenungan itu.

Ciumbuleuit, saat hari terasa lebih panjang dari biasanya. 20 April 2011