Minggu, 30 Januari 2011

Dimataku, Ayam penyet itu hilang harga dirinya.

Perlu diketahui, aku bukanlah pecinta makanan pedas. Untuku, adalah aneh mengatakan makanan pedas itu adalah enak dan lezat, aku menganggap makanan pedas itu adalah penyiksaan dalam agenda menyakiti diri sendiri. Keputusanku untuk tidak menyukai makanan pedas, tentu saja tidak mucul begitu saja, melainkan hasil pergulatan panjang departemen lidah dan pencernaan, menjajali berbagai menu pedas dari satu menu ke menu yang lain. Salah satu makanan pedas yang pernah mampir di mulutku, adalah menu ayam dan terong penyet yang dijual tidak jauh dari pondokanku. Keterpaksaan-lah yang membuatku akhirnya mengkonsumsi menu itu, terpaksa karena tidak ada menu lain, terpaksa karena itu tempat makan terdekat dan terpaksa karena tubuhku butuh asupan makan. Ternyata keterpaksaan itu tidak hanya terjadi sekali, tapi berulang dengan alas an yang sama.dari sekian keterpaksaan itu percaya atau tidak, aku tidak pernah mampu menghabiskan satu porsi menu, Aku tidak bias menikmatinya, rasa pedas ayam dan terong penyet sepertinya masih saja menjadi terror.
Suatu malam yang begitu cerah dan hangat, dalam perjalanan pulang dari aktivitas, sengaja ku mampir di warung nasi untuk beli makan malam, pikirku pasti akan malas keluar jika sudah sampai pondokan. Saat di warung penjual nasi jereng kiri*, aku urungkan untuk beli menu biasa itu, tiba-tiba aku berpikir menu lain, ya… ayam dan terong penyet pedas itu. Untuk kali pertama rasanya, aku membeli menu ayam dan terong penyet itu tanpa merasa terpaksa, begitu ikhlas rasanya. Hidangan sudah tersedia, segera saja kulahap menu ayam dan terong penyet pedas itu, tidak ketinggalan satu gelas the manis panas yang kusiapkan jika kepedasan. Ironis namanya, hingga suap terakhir aku tidak merasa sedikitpun kepedasan oleh menu tersebut, the manis panas-pun tidak begitu berguna. Aku tertawa puas, bias menuntaskan makan malam menu terseut tanpa merasa tersiksa. Apakah karena aku mulai menikmati makanan pedas? Apakah aku mulai suka?. Tentu saja jawabanya bukan karena itu, melainkan karena ayam dan terong penyet itu tidaklah sepedas dahulu, meski warnanya merah dan namanya tetap penyet. Sepertinya karena kenaikan harga cabe yang tajam, membuat penjualnya harus mengurangi volume cabe dan memperbanyak gula dan tomat. Imbasnya, menu itu tetap menyandang nama besar penyet yang terkenal pedas itu, namun rasanya jauh dari predikat besarnya. Sungguh, dimataku ayam penyet itu kehilangan harga dirinya.

Ciumbuleuit, 2 januari 2011, saat langit begitu cerah penuh harapan.

Tidak ada komentar: