Senin, 13 April 2009

ketikahujanituturunlagi

Ketika hujan itu turun lagi,…
Entah ini bulan keberapa hujan turun terus menerus setiap hari bahkan sepanjang hari, yang pasti ketika hujan itu turun (lagi) yang aku pikirkan tidak lain bagaimana agenda-agendaku hari ini, karena ketika hujan turun aku pasti tertahan di suatu tempat atau mungkin dalam perjalanan. Meski sebenarnya hujan itu bukan alas an bagiku untuk berhenti beraktivitas atau berteduh di pinggir jalan kalau aku menggunakan kendaraan roda empat atau memiliki ketahanan tubuh yang super, karena beberapa kali menerobos hujan dengan sepeda motor, meski menggunakan jas hujan tetap saja membuatku demam. Beberapa kawan mengatakan hujan itu anugerah dan hujan itu romantic, aku menyepakatinya dengan catatan hujan itu tidak turun ketika ku beraktivitas diluar.
Ketika hujan itu turun lagi, aku berharap sedang ada dirumah kontrakan, menikmati secangkir kopi panas sambil mendengarkan alunan lagu melodic core dengan suara yang tidak kalah oleh suara hujan, menghisap rokok dan mengisi TTS di Koran hari ini, setelah memastikan bahwa jemuranku sudah berada ditempat yang teduh. Skema hujan turun saat aku diam dirumah kontrakan itu tentu lebih ideal lagi bila dinikmati tidak sendirian, melainkan ada “Simanehna” disampingku.
Ketika hujan itu turun lagi, aku sedang ada di tengah hutan dengan motor trail, menjajali tanah merah yang basah. Sesekali kutengok kebelakang, memastikan kawananku masih ada dibelakang mengikuti dan berharap aliran sungai dekat kampong pinggir hutan belum meluap agar aku dan teman-temanku bisa menyebranginya tanpa harus menggotong motor trail yang lumayan berat. Sesampainya di kampong kupastikan land rover long shasis warna putih miliku masih ada terparkir di depan warung kecil, karena di mobil itu kusimpan pakaian kering untuk ganti agar tidak kedinginan dan telepon satelit untuk menghubungi “Simanehna” agar tidak khawatir pada lelakinya.
ketika hujan itu turun lagi, aku mengingat satu nama kerabatku yang menyukai hujan. Namanya Fatimah, lebih dikenal dengan nama empat, mahasiswi jurusan jurnalistik yang aku kenal ketika dia kuliah semester awal. Beberapa kali sempat kukirimkan nona hujan* (* Nama si empat dalam phone book ponselku) itu sebuah pesan singkat tentang hujan, isinya hanya ucapan selamat karena doa dan tarian minta hujannya dikabulkan.
Hari ini aku relakan saja hujan itu turun tiap hari, mengguyur kotaku yang sudah basah. Semoga saja saat hujan itu reda bisa kunikmati indahnya pelangi yang semoga saja tidak pernah memudar, seperti yang ditulis Seno Gumira Ajidarma dalam novel sepotong senja untuk pacarku.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

heihei...
skrg sudah mulai kemarau bang. terik skali langit jatinangor hari ini. jd tampakny tak ad pnghalang untuk beraktivitas lah y..heuhehe..
ini nih saat2 dmana 4 rindu hujan..hwaaa...panas skrg mah!