Sudah cukup lama sejak saat itu, suatu sore di kota tua yang kurasa cukup indah. Kita duduk tanpa banyak bicara, baik kamu ataupun aku sendiri lebih tertarik untuk menikmati segala warna sore itu, tanpa obrolan yang aku yakini tidak akan menyenangkan. Kamu duduk di sebelah kiriku, tatapan matamu tampak hampa memandang lantai berwana dan sedikit mengkilat. Kuperhatikan lekat kamu yang sore ini tampak lebih manis, dengan stelan kemeja putih, celana panjang hitam dan tentu saja liontin kalung bahan perak bertuliskan nama panggilanmu. Andai saja aku bisa menambahkan musik pengiring untuk situasi itu, tentu akan lebih terasa indah dan akan semakin lekat dalam memoriku. Setiap obrolan yang terjalin antara kita saat itu, aku yakini tidak ada satupun yang tuntas. Yang pasti aku dan aku harap kamu juga menganggap bahwa kita telah mencapai kesepahaman tentang apa yang terjadi antara kita. Sebutkanlah semua ini karena kebodohanku, tidak mengambil keputusan untuk lebih lama menikmati segala warna yang akan terjadi, antara aku dan kamu yang pada akhirnya menjadi kita. Karena begitu banyak hal yang kuinginkan ada padamu, karena kamu adalah imajinasi ketika mataku terbuka, aku memilih untuk balik kanan dan tetap menjadikan kamu imajinasi saat mata kupejamkan. Seperti katamu, tidak boleh ada kata maaf diantara kita, karena memang tidak ada satu diantara kita yang salah dan yang benar. Aku amini kata-katamu, kita dipertemukan dalam waktu yang tidak tepat, kita bertemu disaat salah satu diantara kita masih menikmati segala getir dari cerita masa lalu.
Selalu saja ada keinginanku untuk mencari keberadaanmu, atau sekedar mencari kabarmu, hanya saja setiap rasa itu selalu aku simpan dan bahkan aku enyahkan dari pikiranku. Tidak kusimpan lagi nomor telfonmu, account Email atau alamat tinggalmu, aku rasa kamu-pun melakukan hal yang sama. Mungkin, suatu hari kita dipertemukan dan tentu saja di waktu yang tepat. Semoga...
Rabu, 27 Oktober 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar